Lanjut ke konten

Konflik Israel – Palestina

Januari 12, 2009

israel-gazaSebuah apresiasi selayaknya patut di peroleh DK PBB yang selama ini katanya di sebut hanya sebagai “Macan Ompong” saja bila ketetapanya berbenturan dengan kepentingan negara – negara besar, salah satunya Amerika. Dengan di tanda tanganinya resolusi 1860 oleh 14 negara (9/1) dengan Amerika sendiri Abstain, tampaknya ini menjadi suatu awal dari action negara – negara yang tergabung dalam DK PBB untuk segera menyelesaikan konflik yang terus berkepanjangan.

Toh, walaupun demikian dari kedua belah pihak masing – masing “kekeh” dengan pendirianya, yakni terus melanjutkan perang, sekalipun sudah banyak yang menjadi korban, sekalipun sudah jutaan nyawa yang melayang,  sejak pertemuran besar terjadi selama 6 hari tahun 1967 dan sejak delapan tahun terakhir, yang pastinya akan terus bertambah jika resolusi DK tidak segera di patuhi oleh masing – masing pihak. Darah di bayar darah dan nyawa di bayar nyawa, katanya.

Sejak di mulainya penyerangan pertama tanggal 27/12, ISRAEL terus meningkatkan serangannya secara ofensif ke titik – titik sasaran dan basis pertahanan yang di perkirakan dan di indikasikan sebagai tempat persembunyian militan HAMMAS beserta para pendukungnya Penyerangan itu seakan tampa jeda dan tanpa ampun, dengan hanya memberikan waktu 3 jam untuk para activis kemanusiaan untuk menyalurkan dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada masyarakat sipil yang banyak menjadi korban.

Bagaimanapun ini adalah suatu tragedi kemanusian yang banyak dari masyarakat dunia telah menyaksikannya tetapi tidak bisa berbuat banyak, hal ini di karenakan posisi yang sangat sulit yang tengah di hadapi oleh negara – negara perbatasan dari tempat terjadinya konflik. Bagaimana “mau” berbuat banyak, Toh, suatu organisasi internasional sekelas DK PBB saja tidak bisa berbuat apa – apa selain hanya mengutarakan kekecewaan (seperti yang di utarakan sekjen PBB, Ban Ki Moon) atas tidak di patuhinya resolusi yang sudah di sepakati bersama, sambil menunggu langkah selanjutnya untuk segera dapat menyelesaikan konflik.

Sedari dulu sejak peradaban dunia kono hingga memasuki era modern, telah banyak tragedi kemanusian yang telah terjadi karena perang, mulai dari masalah mempertahankan kedaulatan, expansi memperluas teritorial kekuasaan serta ideologi, perebutan wanita hingga rasa dan merasa bahwa suatu ras atau suku yang lebih exclusive berhak mengenyahkan ras atau suku yang di anggapnya lebih rendah dari muka bumi atau di sebut juga “Genocide“, dan hal semacam itu telah banyak melatar belakangi terjadinya perang.

Perang selalu berujung duka, bagi ke dua belah pihak yang berperang. Mungkin hanya berbeda angka – angka, tapi harusnya bisa membuat kita merenung karena itu adalah cercahan nyawa – nyawa yang kebanyakan adalah sipil yang tidak berdosa. Tak sederhana memang untuk memahami mengapa perang masih saja terus terjadi dengan alasan apapun itu, terlebih di era yang konon modern dan demokratis ini, terlebih dari sudut pandang anak – anak.

Fait Acommpli atau suatu hal yang tidak bisa terpungkiri….!!!

Ya, Israel adalah sebuah fakta sejarah yang tidak bisa terpungkiri dan ternafikan keberadaannya, mereka ada, besar dan teranugrahkan suatu kecerdasan yang lebih dari umat samawi lainya. Tuhan telah berjanji pada setiap langkah mereka yang telah terlaknati dan akan terus menjadi bangsa perusak dan pembangkang hingga akhir Zaman.

Dunia boleh mengutuk kekejian yang telah terjadi, berjuta kecaman telah bergema dari setiap kota –kota di dunia, mengecam kebiadapan yang telah di lakukan kepada warga sipil. Hujan air mata dan darah membasahi tanah palestina, selaksa doa dan simpati pun terus mengisi relung – relung hati para “penyaksi” dari penjuru dunia untuk mereka yang telah menjadi korban, sambil terbesit satu pertanyaan, sampai kapankah ini harus terus terjadi. Apapun alasan yang di lontarkan oleh kedua belah pihak yang berkonflik, Israel maupun palestina, perang tetaplah perang dan hanya akan meninggalkan duka yang berkepanjangan, terlepas atas unsur apa serta kepentingan apa yang telah melandasi pertikaian mereka

Saya sependapat dengan pemerintahan Indonesia, bahwa ini adalah murni konflik perebuatan “Hak” (hak dalam arti kata persepsi masing – masing individu) bukan perang masalah “Agama dan Ras”. Suatu harapan besar untuk menyikapinya secara objective, karena sesungguhnya kita pun tidak mengetahui apa yang sebenarnya di pikirkan oleh rakyat palestina, pun para elit dari petinggi – petingginya di Fatah maupun Hammas yang hingga saat ini masih bersilih pendapat, kita juga tidak tau ada kepantingan politik apa dari para musuh – musuh umat manusia yang cinta akan perdamaian

Setiap individu bisa bersikap, kemudian menentukan pilihan termasuk pada setiap persoalan, juga perang yang terus berkecamuk, akankah turut berperan ataukah hanya diam belaka tanpa berbuat apa – apa. Karena seharusnya sudah kenyang usia sejarah dengan kecamuk perang di dalamnya. Marilah memposisikan diri dengan porsi keobjektifan yang syarat logika tanpa mengkait – kaitkanya kedalam area sensitive, yakni “Agama dan Ras”, walaupun tidak terpungkiri unsur itu turut melandasi terjadinya konflik, tetapi patutkah untuk memperbesar konflik terus menerus tanpa adanya kesudahan, dengan terus menerus mengkait – kaitkan kedua belah pihak yang bertikai sebagai symbol dari dua agama besar samawi yang masing – masing harus di bela.

Negara Indonesia yang dalam GBHN-nya, menetapkan haluan politik luar negerinya “Bebas dan Aktif”. Pastinya, apapun itu, mengutuk segala bentuk kekerasan dan permusuhan kepada penduduk sipil hingga menghilangkan nyawa. Dalam hal ini patutnya sebagai warga negara Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim tentunya untuk tidak mudah terpancing atau terprovokasi dengan berbuat hal – hal yang anarkis yang dapat memperkeruh keadaan dalam berbangsa dan bernegara baik di dalam negeri maupun di mata dunia internasional. Karena tentunya masih banyak bentuk empati yang lebih penting ketimbang niat untuk mengirimkan pasukan jihad, yang malah nantinya tidak akan menyudahi konflik. Alih – alih membantu dengan niat mulia yang banyak terlandasi dari sebuah “PERASAAN”,  bukanya menyudahi, malah memperluas konflik yang tidak tertutup kemungkinan malah nantinya akan menjadi Perang Dunia babak ke 3, bukankah ini malah  akan menimbulkan dampak yang lebih besar.

Akhirnya semua serta merta, harus menjadi dewasa dengan turut meletakan senjata dengan satu kata sepakat “DAMAI”, bukankah tiada kata yang indah selain kata DAMAI…? Apakah ini yang akan terus terwariskan untuk generasi seterusnya…? Karena bagaimanapun juga perang tidak akan pernah menyelesaikan masalah kecuali hanya akan meninggalkan duka yang berkepanjangan.

 

 

KESAKSIAN – Iwan Fals

Aku mendengar suara, jerit makhluk terluka
luka, luka…hidupnya, luka

Orang memanah rembulan, burung sirna sarangnya
sirna, sirna….hidup redup, alam semesta luka.

 

Banyak orang, hilang nafkahnya
Aku bernyanyi menjadi saksi.

Banyak orang, dirampas haknya
Aku bernyanyi menjadi saksi.

Mereka dihinakan, tanpa daya
ya, tanpa daya…terbiasa hidup sangsi.

Orang-orang , harus dibangunkan
Aku bernyanyi, menjadi saksi.

Kenyataan, harus dikabarkan
Aku bernyanyi, menjadi saksi.

Lagu ini, jeritan jiwa
Hidup bersama, harus dijaga.

Lagu ini, harapan sukma
Hidup yang layak harus dibela.

2 Komentar leave one →
  1. cintakaret permalink
    Januari 15, 2009 1:46 AM

    Hak? Sesederhana itukah?

Tinggalkan komentar